Tatapan Pertama

Tatapan Pertama

By : Fatya Bakhitah Sulaiman

 

Aku menyeka dahi, terus menatap ke ujung sana. Ke ujung eskalator mall Trans Mart yang bergerak. Menatap satu persatu orang yang keluar-masuk, hilir-mudik berlalu-lalang. Dadaku kembang-kempis menahan rasa yang melonjak-lonjak. Menunggu seseorang yang akan kutemui.

Namaku Fatya Bakhitah Sulaiman. Panggil saja Aya. Kali ini aku ingin bercerita tentang bertemu dengan sahabat mayaku. Peristiwa yang sangat kuingat. Aku masih ingat tanggalnya, tanggal 17 Januari 2020. Memori yang terus melekat dalam ingatanku, di mana aku bertemu untuk pertama kalinya, bertatap empat mata dengan sahabat mayaku. Namanya Namira Fayola Ritonga.

Namira adalah sahabatku. Sahabat maya. Dia tinggal di Rantau Prapat, Sumatera Utara. Kami berteman dekat di komunitas belajar kami yang diberi nama “Cerivitas”. Ah ya, aku dan Namira sama-sama homeschooler, makanya kami ikut komunitas belajar online.

Namira itu anak yang pintar. Dia bisa apa saja. Mulai dari menggambar digital, menulis cerita, hingga menyulam. Dia juga juara OSN IPA bulan lalu. Bahasa Inggrisnya juga lancar. Bahkan dia berteman maya dengan Spica, anak dari Jerman. Coba bandingkan denganku yang hanya tahu kosakata bahasa Inggris aja, hehehe xD. Karena itu aku suka dia, siapa tahu kalo aku temenan sama dia bisa ketularan pintarnya (hehe bercandaaa).

Selain itu, Namira juga anak yang ramah dan baik hati dan pandai bercanda. Dia sering chatting denganku, membagikan banyak berita. Mulai dari berita yang isinya cool (hehehe), berita bikin ngakak, atau sekadar tentang film kesukaan kami, atau apa yang dia lakukan, hingga berita level hot. Hehehe.

“Aya!!”

Lamunanku pecah. Aku menoleh ke sumber suara. Seorang gadis memakai busana serba hitam mendekatiku, langkahnya diiringi seorang anak perempuan kecil yang berkostum sama. Senyumku terkulum lebar, beranjak mendekat. “Jaihan! Nada!”

Jaihan juga sahabatku, dia juga member Cerivitas dan homeschooler seperti aku dan Namira. Kami sudah bertemu sejak beberapa bulan lalu, saat grup Tsamarah mengadakan kopdar alias kopi darat. Saat itulah kami bertemu. Dia juga tinggal di Pekanbaru, hanya saja dia tinggal di dekat Kubang. Berbeda denganku yang berada di Panam. Tapi dia sering berkunjung ke rumahku, lho.

“Namira udah datang?” tanyanya.

“Belum. Mungkin sebentar lagi,” ucapku sambil memasukkan tangan ke saku gamis. Jaihan ber-oh.

Kemudian kami berdua bersama-sama membeli Trans Card, supaya bisa mencoba banyak permainan di  timezone. Setelah membeli Trans Card, kami mencoba banyak permainan sambil menunggu kedatangan Namira. Nada, adik Jaihan yang ikut dengannya terlihat lihai memainkan banyak game. Aku juga asyik bermain game, sambil membimbing adikku Fairuz (adik ketigaku) bermain.

Saat sedang asyik bermain, tiba-tiba gawai yang sedari tadi kupegang supaya Namira mudah menghubungiku bergetar. Berdenging nyaring. Aku kontan melihat gawai. Panggilan video call dari Namira.

Aku langsung mengangkatnya dan … “Oi!! Namira, kamu di mana??!”

Namira terkekeh. “Gue udah sampai, Aya. Udah di timezone juga. Btw, kalian di mana nih??”

“Coba cari aja, di dekat game ketuk-ketuk serigala,” ucapku polos, kemudian aku meninggalkan Fairuz bersama Nada. Jaihan ikut denganku mencari Namira.

“Nggak ada game itu, loh. Serius, aku udah nyari,” keluh Namira di video call. Dia sempat tertawa mendengar kepolosanku.

Aku mengusap dahi, sejenak mengangkat kepala. Menatap kerumunan orang di timezone. Sejenak aku melihat siluet gadis berkerudung cokelat yang berdiri di dekat game bola basket. Kutatap mukanya. Hei, itu Namira!

“NAMIRA!!!” aku menjerit memanggil namanya. Dadaku terasa seperti hendak pecah karena kegirangan. Oi, ini pengalaman hebat. Akhirnya kami bertemu!!

“AYA!! JAIHAN!!!” Namira berseru tak kalah kencang, kami bertiga berpelukan erat.

Aku juga bertemu dengan Ummi dan Abi Namira, lalu Dira dan Gaza, dua adik Namira. Kami kemudian berfoto bersama, share ke grup Obrol Asyik (grup untuk mengobrol asyik dengan para member Cerivitas, termasuk dengan mentor Cerivitas). Hehe, jail aja mau nganggu teman yang lain! Habisnya seluruh member Cerivitas berada di tempat yang jauuuuhh!! Ada Athia dan Keni yang berada di Malang, juga Cantika di Medan, Amanda di Bintaro, bahkan Aila di Skotlandia!! Wuehehe … jauuuuuh!!

Setelah asyik menggoda teman-teman di grup OA (Obrol Asyik), kami bermain game bersama. Nada asyik main sendiri, Dira menontonnya bermain. Aku, Namira dan Jaihan bermain piringan kecil yang harus dimasukkan ke gol lawan. Aku unggul dari Jaihan dan Namira. Jaihan unggul dari Namira. Hahaha, seru banget deh!!

Setelah itu kami bermain pukul serigala (yang kubilang tadi, hehehe), main balap mobil, game mengejar penjahat, dan lain-lain. Saat main mengejar penjahat, aku bermain bersama Fairuz. Namira dan Jaihan menonton. Wih! Kami menang! Dari game-game tersebut kami mendapat kupon super duper buanyaaaakk!! Semua kupon itu kami berikan pada Namira. Yaaah, karena kalau aku atau Jaihan yang nyimpan, kami jarang ke mall,sih.

Pukul empat, sebelum kami siap-siap berpisah. Aku diajak Namira naik roller coaster. Aku awalnya nggak mau. Aku anak yang takut dengan ketinggian. Dada bisa bergemuruh tak karuan jika berada di ketinggian.

Tapi akhirnya aku naik roller coaster. Karena kasihan juga melihat Namira. Dia terlihat ingin sekali naik roller coaster. Tapi, nggak ada yang mau menemani. Jaihan juga tidak mau. Akhirnya, aku yang menemani dia.

Selama persiapan sebelum roller coaster meluncur, ada beberapa orang juga yang naik. Kami sudah duduk, memilih untuk duduk di tengah. Supaya tidak terlalu seram! Hehehe. Kami berdua duduk bersampingan. Tangan kami bergenggam erat. Tanganku sudah berkeringat dingin, bergetar.

“Santai aja, Aya. Memang seram, sih. Aku udah pernah naik roller coaster, agak takut-takut juga, sih. Selama meluncur aku teriak-teriak. Tips dari aku yah, selama meluncur ingat aja Boboiboy. Boboiboy terantuk sana-sini, pegangan kuat-kuat gara-gara kapal angkasa meluncur nggak karuan.” Namira nyengir.

Ah, aku tertawa kecil. Ada-ada saja Namira.

Kami kemudian bersiap-siap saat angka mulai dihitung mundur. Aku memejamkan mata, ingin sekali menjerit saking takutnya. Tapi Namira menenangkan. Dia tertawa melihat raut wajahku yang pias, pucat pasi.

Roller coaster mulai bergerak, berjalan normal sejenak di atas batangan rel. Gerakannya masih pelan, dan rel masih lurus datar. Aku sempat mengulum senyum lega, tapi, eeeeh … tahunya, roller coaster mulai menanjak. Menelusuri rel yang membentuk bukit. Aku berpegangan, melirik Namira, wajahnya sama-sama pias. Pahaku rasanya ditarik, ah, entahlah … menyeramkan! Dan …

“AAAAAAAAAAAAAAAARRRRRHHHH!!!!”

Aku dan Namira, serta yang lain menjerit histeris saat roller coaster meluncur. Aku memejamkan mata, dadaku bergemuruh kuat. Rasanya jantung mau copot. Namira di sebelahku menjerit sebentar, dia mencengkeram lenganku kuat-kuat. Tertawa, menahan keseruan dan keseraman.

“Tenang Aya, kalau kita pun mati di sini, seenggaknya kita mati sama-sama …”

Aku kontan menoleh kepada Namira. Melotot. “Ada-ada aja kamu, Mir!” mencubit lengannya. Namira tertawa lagi.

Roller coaster terus meliuk ke kanan, ke kiri, naik, meluncur lagi. Kali ini aku dan Namira sudah lebih dari siap. Kami berdua sama-sama tegang, tapi bertahan agar tidak berteriak. Malu lho, kalo teriak-teriak.

Roller coaster kembali bersiap untuk meluncur, untuk putaran kedua. Kali ini kami berdua tidak berteriak. Aku membiarkan tubuh terombang-ambing, mengikuti gerak roller coaster. Namira santai menoleh ke bawah, kanan, kiri, depan.

“Seru, kan, Ay? Dan, ah, kau tahu, tanganku masih bergetar sekarang.” Itu ucapan Namira setelah putaran kedua selesai, kami menuruni tangga bersama-sama. Aku hanya tersenyum mengangguk. Karena memang seru, bukan seram.

Setelah naik roller coaster, kami berfoto lagi bersama-sama. Setelah berfoto, aku memberikan hadiah untuk Namira. Kami berpelukan lama sekali. Jaihan? Dia sudah pulang, saat kami sedang naik roller coaster.

Kami berpelukan erat, seperti tak mau lepas. Aku kemudian bersalaman dengan Ibu Namira, mencubit pelan pipi Gaza, menyerahkan hadiah pada Namira dan Dira. Kami melambai tangan, berpisah.

Aku senang sudah bertemu, tapi aku juga sedih karena harus berpisah. Kapan lagi kami akan bertemu? Aku melamun sambil melangkah ke eskalator sambil menggendong Fairuz. Ummi yang tadi mengantarku mengikuti dari belakang.

Semoga persahabatan kami abadi sampai ke Surga, Aamiin.

 

 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Always Love You

Berpetualang bersama RobotBear