Masjidku
Masjid Abu
Ad-Darda’
By : Fatya Bakhitah Sulaiman
Di dekat
rumahku terdapat sebuah masjid. Namanya masjid Abu Ad-Darda’. Masjid ini sering
diramaikan, tak peduli siang atau malam. Masjid megah itu selalu semarak dan
dimakmurkan.
Masjid
itu sangat eksotis. Dindingnya terbuat dari batu keramik berwarna cokelat
kekuningan. Lantai teras juga berwarna sama, kecuali bagian dalam masjid. Bagian
dalamnya hampir semuanya berwarna putih susu. Masjid itu selalu bersih, AC-nya
dinyalakan selama 24 jam. Ditambah lagi fasilitas eskalator membuatnya semakin
megah. Terlihat permanen dan artistik.
Masjid
itu selalu diramaikan, pada waktu sholat maupun di luar waktu sholat. Di masjid
itu selalu banyak para santri yang belajar tahsin atau menghafal Al-Qur’an. Juga
terkadang ada kajian-kajian di sana.
Ustadz
populer di masjid itu adalah Ustadz Murtadho Habibi dan Ustadz Zulfikar. Keduanya
adalah imam di masjid itu. Selain menjadi imam, keduanya juga menjadi guru
tahsin Al-Qur’an tingkat tinggi. Keduanya menjadi rujukan belajar tahsin karena
sanad mereka tersambung ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Karena
itulah, masjid ini selalu diramaikan. Suara lantunan ayat-ayat Al-Qur’an
menggema di langit-langitnya, membahana syahdu. Sholat lima kali sehari dalam
kekhusyukan yang hening, menyisakan suara imam yang melantunkan Al-Qur’an
dengan suaranya yang jernih dan bening.
Begitulah
seharusnya sebuah masjid. Boleh megah, asalkan tak sepi jamaah. Jadikan masjid
adalah tempat yang dirindukan dan tempat yang mengesankan, membuatmu terikat
dengannya. Lakukan apa saja di masjid. Jadikan masjidmu sebagai base camp, karena semuanya terlahir dari
masjid.
Komentar
Posting Komentar