Mushroom House


Goes to Mushroom House

Oleh : Fatya Bakhitah Sulaiman


“Ayo, cepat, bawa tas cokelat itu!” Ummi menunjuk tas bekal makanan berwarna cokelat yang masih teronggok di dekat motor.

            Kak Nadya (sepupuku) lebih dahulu mengambil tas itu. Aku sempat mencegahnya, tapi Kak Nadya bilang tidak apa-apa. Kak Nadya kemudian membawa tas itu keluar, menyusul Ummi dan adik-adikku yang sudah berjalan duluan.

            Hari ini hari Minggu, 10 November 2019. Hari ini, kopdar kedua grup Tsamarah akan digelar di Mushroom House, alias Rumah Jamur. Di sana, kami akan berkumpul dan belajar banyak tentang jamur. Asyik? Ya iyalah.

            Aku segera mengikuti langkah Kak Nadya. Aku menutup pintu rumah, menguncinya, kemudian menyimpan kunci di tasku. Aku segera menyusul Kak Nadya yang sudah menyusul Ummi setelah aku menutup pintu pagar. Ketinggalan deh.

            Kami berjalan menuju jalan raya. Faqih dan Fathimah berlari-lari di jalanan yang kebetulan saat itu sedang sepi. Kejar-kejaran sambil tertawa-tawa. Aku bersama Kak Nadya membawa tas bekal yang berat itu. Ummi menggendong Faizah sambil melihat chat di ponselnya, sesekali mengawasi Fairuz yang meniru aksi Faqih dan Fathimah.

            Tiba di jalan raya, sebuah bus kecil mendekat. Aku, Ummi, Kak Nadya, Faqih, Fathimah dan Fairuz segera memasuki bus di saat seorang gadis bercadar melambaikan tangan dari arah bus.

            “Kak Jaihan!” Faqih berseru menyapa, dia menyeringai lebar bersama Fathimah. Jaihan hanya mengangguk, tersenyum, lalu menyuruh kami semua masuk. Dia tidak sabaran melihatku, tangannya gemas memegang jilbabku, menyuruhku segera masuk.

            “Kak Aya!” sapa Nada, Zakiya dan Uwais.

            “Nada, Zakiya, Uwais!” balasku menyapa. Aku segera menyimpan tas bekal di bawah kursiku, lalu aku melepas tas, menyandarkan punggung ke kursi.

            “Aya, ini nih,” Jaihan mengulurkan sebuah kertas.

            Aku menatapnya, tersenyum menerima, balas menyerahkan kertas yang tadi kubawa dari rumah (hihi ternyata untuk dia). Gulungan kertas dari Jaihan itu kubuka, lalu kubaca isinya. Nada dan Zakiya sibuk berceloteh tentang isinya, sesekali menyebut salah satu penggalan lirik puisi yang dituliskan Jaihan di kertas itu. Jaihan gemas menyuruh mereka diam, sedangkan aku bersama Nada dan Zakiya semakin jail menggodanya. Isi kertasnya apa sih kok sampai pakai goda-goda gituh? Ada deh, kalo penasaran lihat ke blogku yah, di https://ceritafatya.blogspot.com/.

                Saat itu pulalah bus yang kami tumpangi mulai berjalan.

            Selama di perjalanan, bus sesekali singgah. Menjemput beberapa anggota grup. Setelah semuanya dijemput, bus langsung melaju ke arah Kulim. Ya, karena di sanalah Rumah Jamur berada.

***

Setelah tiba di Rumah Jamur, kami segera turun dari bus.

            Kami mulai menyiapkan acara. Terpal plastik berwarna biru digelar, lalu ibu-ibu dan anak-anak langsung duduk di atasnya. Aku juga menggelar karpet kecil yang dibawa dari rumah di atas terpal itu, supaya Faizah bisa belajar tengkurap di atasnya.

            Setelah itu, aku membagi-bagikan kerupuk yang kami bawa dari rumah. Jaihan dan Nada juga melakukan hal yang sama sepertiku. Roti selai cokelat yang kubawa dari rumah sudah habis karena aku, Fairuz dan Uwais memakannya di bus, hehe. Jadilah aku hanya bagi-bagi kerupuk.

            Aku dengan Jaihan sibuk mengobrol sambil ngemil. Nada, Zakiya, Fathimah, Faqih dan Fairuz sibuk mendengarkan obrolan, sesekali jail nyeletuk. Saat itu, datang juga beberapa anggota grup lain. Seperti Habib, Ibrahim, Sarah, Enisya dan kakaknya, Keiya dan Umar, dll.

            Setelah semua anggota grup hadir, acara mulai dibuka oleh Ammah Meidia dan Ammah Marlianti. Setelah itu, aku dan Jaihan mengajak semua adik-adik bermain regu. Ada 16 anak yang saat itu ikut game, termasuk Faqih dan Nada. 16 anak itu kemudian dibagi menjadi empat regu. Ada regu Asad, regu Omar, regu Ikrimah, dan regu Khalid.

            Saat permainan dimulai, aku dan Jaihan bergantian memberikan pertanyaan kepada seluruh regu. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan itu hanya dijawab oleh beberapa anak. Rasanya nggak seru seperti yang aku dan Jaihan bayangkan. Ganis, Keiya dan Enisya sama sekali tidak bersuara …  Nyesel deh ngasih game yang kayak gitu … Oke, Jaihan, untuk kopdar ketiga game-nya kita pikirkan jauh-jauh hari sebelum tanggal mainnya ya, supaya kejadian semalam nggak terulang lagi (soalnya aku nyesel karena melihat banyak adik-adik yang nggak mampu menjawab pertanyaan).

            Setelah bermain, owner Rumah Jamur pun datang.

            Penjelasan tentang jamur itu pun dimulai. Ownernya berbaik hati menjelaskan panjang lebar. Beberapa ibu-ibu termasuk Ummiku antusias bertanya banyak hal, bahkan bertanya tentang target pasar dan cara memasak jamur.

            Aku dan Jaihan juga antusias bertanya tentang  jamur. Ternyata, jamur di hutan tumbuh lebih lambat daripada yang dibudidayakan. Jamur yang tumbuh di hutan harus melewati waktu dua bulan, berbeda dengan jamur yang dibudidayakan yang hanya menggunakan waktu 40 hari.

Terus, aku juga nanya tentang cara membudidayakan jamur (sesuai lab biologi). Ternyata ada banyak yang diperlukan untuk membudidayakan jamur. Seperti kapur dulumit (bahasa labnya adalah CA CO3), serbuk kayu (harus halus), dedak, jagung, dll. Suhu udara juga harus diperhatikan untuk pertumbuhan jamur. Jika musim kemarau, biasanya jamur disiram supaya lembab. Kalau musim hujan, tidak apa-apa kalau tidak disiram, karena jamur hanya membutuhkan kelembaban udara. Ingat yah, kalau menyiram jamur harus menggunakan sedikit air. Karena, kalau airnya kebanyakan, hasilnya bukan jamur tiram tetapi jamur air (wkwkwk xD).

            Oh iya, aku dan Jaihan juga antusias bertanya tentang bagaimana cara memasak jamur. Ternyata, jamur bisa diolah menjadi beragam masakan. Bisa dijadikan sate, jamur krispi, dan yang paling enak disup. “Kaldunya lebih terasa kalau dijadikan sup,” begitu kata Pak Owner.

            Setelah itu, abinya Jaihan memberikan penghargaan kepada Pak Owner. Lalu, kami dipersilahkan untuk memetik jamur. Memetiknya mudah, kok, hanya dicabut doang karena jamur tidak punya akar.

            Aku, Kak Nadya, Jaihan dan Fathimah semangat memetik jamur. Kami selalu mendapatkan jamur yang ukurannya besar-besar dan diameternya lebar. Praktik memetiknya seru banget lho! Apalagi ditambah dengan wajah Kak Nadya yang ketakutan karena kami sempat menemukan seekor lintah. Hihihi.

            Kemudian, kami membayar jamur-jamur yang kami petik itu. Kami juga membeli buglog (bibit jamur). Harganya murah lho, satu buglog hanya berharga 3.500 rupiah. Ummi membeli tiga buglog, tapi Ummi bayar dengan uang 10 ribu doang (didiskon kali yaa xD). Ummi membeli buglog itu untuk kami supaya kami punya pengalaman membudidayakan jamur.

            Saat acara selesai, Ammah Marlianti dibantu Jaihan dan Nada membagi-bagikan goody bag. Kemudian, kami semua berbenah untuk persiapan pulang.

            Pengalaman yang asyik, karena aku bisa belajar banyak tentang jamur, lho! Walaupun saat pulang aku terlalu kecapekan, aku tetap senang karena bisa belajar banyak hal.

           

           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Always Love You

Berpetualang bersama RobotBear

Tatapan Pertama