BELAJAR DARI POHON DI NEGARA USA


BELAJAR DARI POHON DI NEGARA USA

BY: FatyaBakhitah Sulaiman



Pagi menyapa daratan. Burung camar melenguh sembari terbang berkelompok. Cahaya matahari menyemburat dari ufuk timur. Sinarnya pelan menyapu permukaan air laut. Keindahan panoramanya membuat keluarga nomaden itu semakin bersemangat mengemasi barang-barang, bersiap berangkat menuju Negara USA. Negara United States of Amerika.

***

Hari keberangkatan itu sudah berlalu. Hari ketiga, mereka sudah beradaptasi di Negara itu.

***

Angka jam digital smarthphone Khadijah menunjukkan pukul empat. Alarm berbunyi, menandakan waktu sholat di Amerika sudah tiba.

Khadijah mengucek mata. Tangannya menyambar smarthphone yang masih berdenging dari balik bantal. Dimatikannya alarm, kemudian ia berjalan pelan menuju kamar mandi. Hendak mencuci muka, menggosok gigi, dan disusul wudhu. Kemudian, ia keluar kamar mandi dan menjumput mukena dari laci lemari baju. Lalu, ia sholat Shubuh.

Selepas sholat Shubuh, ia mengambil jilbabnya. Kemudian, dia duduk diatas ranjang. Lisannya bergerak,membaca perlahan ayat-ayat suci-Mu yang berada di juz 27. Muroja’ah dari ayat tiga puluh satu surat az-Zariyat, hingga akhir surat al-Hadid.

Disaat ia masih dalam keadaan manis itu, pintu kamarnya diketuk. Khadijah dengan sigap segera membuka pintu. Muroja’ahnya yang masih di surat al-Waqi’ah menjadi terpotong.

“Assalamu’alaikum Khadijah!” sapa Khalid sambil melambaikan tangan didepan pintu.

“Waalaikumussalam.. ada apa?” Khadijah membalas datar.

“Nggak ada apa-apa kok! Sekarang, Ummi suruh kita bersegera mandi. Nanti, kita berpetualang ke Danau Fish.” Kata Khalid menjawab pertanyaan datar itu.

“Berpetualang ke Danau Fish? Waah.. asyik!” kini anak berambut pirang itu terlonjak girang, menanggapi perkataan kembarannya.

“Oke deh, aku mau mandi dulu! Makasih atas kabarnya.” Khadijah tertawa senang. Mendengar tawanya seakan melihat kupu-kupu di padang rumput.

“Hahaha.. sama-sama. Kamu lucu amat pagi ini.” Khalid membalas perkataan Khadijah.

Khalid menutup pintu kamar Khadijah. Ia kembali ke kamarnya untuk mandi.

Khadijah segera menyambar handuknya, lalu melangkah riang ke kamar mandi. Ia tidak jadi menyambung muroja’ahnya yang terpotong tadi.

30 menit kemudian..

Khadijah sudah siap mandi. Ia berdiri didepan cermin kamarnya yang besar, menyisir rambut pirangnya, dan juga mengenakan jilbab. Tampangnya sudah sangat cantik, apalagi perpaduan gamis ungu dengan jilbab kuning cerah sangat cocok untuk anak berkulit putih kemerahan.

Setelah berpakaian, Khadijah mengambil ransel birunya. Ia memasukkan laptop, buku petualangannya, pena, dan smarthphonenya. Kemudian, ransel biru itu diselempangkannya di pundak, lalu ia keluar kamar dan mengetuk kamar Ummi.

“tok..tok..tok..” Khadijah mengetuk pintu kamar Ummi.

“Ummi, ayo kita berpetualang!” seru Khadijah di hadapan Ummi.

“Oke, ayo kita berangkat,” kata Ummi sembari memperbaiki letak jilbabnya. “Khalid sudah siap?” Tanya Ummi menatap wajah Khadijah.

Khadijah menggeleng pelan. “Enggak tahu, Mi. Coba Khadijah lihat ya, Mi.” Katanya sambil melangkah menuju kamar Khalid.

“Khalid, kamu sudah siap?” seru Khadijah didepan pintu kamar Khalid.

“Sudah,” Khalid membuka pintu dengan ransel hijau di pundak. Kemudian, dilihatnya Khadijah yang berdiri didepan pintu.

“Oke, saatnya kita pergi!” kata Ummi sambil menuju pintu rumah.

***

Setibanya disana..

“lihatlah, disana banyak pohon yang tinggi! Tampaknya seperti hutan ya, tetapi kenapa hutannya hanya ada satu jenis pohon ya?” Khadijah menunjuk pepohonan yang daunnya berwarna kuning kehijauan. Pohon-pohon itu banyak sekali, memang tampak seperti hutan. Tetapi, tingginya luar biasa.

Ummi menoleh, “Ah iya. Itu namanya pohon Pando, pohon tertua dan terbesar di dunia, loh!” kata Ummi, menyahut perkataan Khadijah, memancing penasaran.

“Masya Allah.. kenapa dibilang sebagai pohon tertua dan terbesar Mi?” Tanya Khalid antusias.

“Emm.. karena, jika kita mengukur berat pohon ini beserta akarnya, maka pohon ini memiliki berat mencapai 6.000 ton, atau enam juta kilogram. Uniknya lagi, usia pohon ini sudah ratusan tahun, lho! Makanya, pohon Pando dinobatkan menjadi pohon yang paling besar dan paling tua di dunia.” Jelas Ummi.

“Subhanallah..”

“Tanaman Pando hidup di dekat Danau Fish di kota Utah ini. Memang, jika dilihat seperti hutan dengan satu jenis tanaman. Ada sekira 40.000 batang pohon yang tumbuh setinggi 20-25 meter. Batangnya tuh, lihat. Seperti keabu-abuan kan?” kata Ummi mendekati satu pohon.

“Tetapi, dibawah tanah, semua pohon tersebut dihubungkan oleh satu sistem akar. Pohon-pohon tersebut hidup dalam satu akar yang sama. Akar ini berukuran sangat besar. Akar menjalar memenuhi area seluas 42 hektar. Pohon-pohon yang muncul ke permukaan tanah adalah tunas-tunas dari akar tersebut.” Jelas Ummi sambil menatap wajah dua anaknya yang penasaran secara bergantian.

“Tunas ini terus tumbuh. Tidak seperti pohon lain yang tumbuh dari biji, pohon Pando berkembang biak dengan tunas ini. Jika satu pohon mati, maka akan digantikan oleh tunas baru yang tumbuh didekatnya. Keren kan?” kata Ummi lagi.

“Iya. Masya Allah..” Khadijah berkata takjub. Danau Fish itu sekarang sudah diabaikannya. Ia lebih tertarik atas pohon tua itu.

“kita berteduh dibawah pohon itu yuk! Aku mau cerita sambil duduk disana,” kata Khalid menyeringai lebar.

“Wah, cerita apa?” Khadijah tertarik pada Khalid yang sekarang memanjat tanah agar bisa mencapai dataran. Memang, tanah tempat pohon itu tumbuh agak lebih tinggi dari aspal.

“Cerita pohon kurma!” Khalid menjawab singkat sambil menyesuaikan tempat duduknya diatas tanah.

“Ceritakan! Ceritakan!” Khadijah berseru riang, ia duduk di aspal bersama Ummi. Maklum, dia anak perempuan. Mana mungkin dia bisa memanjat?

“Aku hanya memberikan satu hadits tentang pohon kurma. Ga apa-apa kan?” Khalid hanya menyeringai tipis, menepuk-nepuk permukaan tanah tempat ia duduk.

“Yaah.. kukira kamu mau cerita. Nggak apalah, bilang saja hadistnya.” Khadijah berkata kecewa, lalu ia meralat.

“nah, ini artinya: sesungguhnya di antara pohon-pohon ada sebatang pohon, perumpamaannya seperti seorang muslim. Berkata Ibnu Umar: saya inginberkata ia adalah pohon kurma, tetapi saya merasa paling muda diantara para sahabat, karena itu saya diam. Nabi bersabda: Ia adalah pohon kurma(HR. Al-Bukhori 4/4421 dan Muslim 4/2166)” kata Khalid.

“Hmm.. memang pohon kurma ibarat seorang muslim. Akarnya kokoh, seperti keimanan seorang muslim yang kokoh. Buahnya paling bermanfaat di seantero dunia. Sama seperti seorang muslim, yang kebaikannya memberikan kemanfaatan kepada diri sendiri maupun pada orang lain. Iya bukan?” Khadijah mencoba menyimpulkan.

“Yup! Benar sekali.” Ummi mengacungkan jempol, tanda membenarkan.

Khadijah tersenyum puas, menatap Khalid.

“kamu punya cerita tentang pohon, nggak?” Tanya Khadijah.

Khalid mengangguk pelan.

“Ceritakan dong..” Khadijah ngotot, wajahnya menyeringai.

“Nggaklah, ntar lagi..” Khalid malas-malasan.

“Ah, kamu masa’ lupa. Buah kurma saja memberikan manfaat kepada semua orang. Kamu nggak mau memberi manfaat pada orang?” Khadijah nyengir, mendapat kalimat baru untuk ngotot pada kembarannya agar mau bercerita.

 “He-eh. Iya-iya, aku cerita..” Khalid akhirnya nyengir, walau mirip seringai kuda. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu memulai cerita.

“Aku becerita tentang ‘Janji Setia dibawah Pohon’!” Khalid menyebutkan judul ceritanya.

“Enam tahun setelah Hijrah, Rasulullah berniat untuk mengunjungi Mekkah. Beliau mengajak kaum musliminMadinah untuk melaksanakn umrah, sekaligus mengunjungi keluarga mereka yang masih berada di Mekkah. Perjalanan itu dilaksanakan pada bulan Dzulqa’dah.”

“ketika Rasulullah melewati Hudaibiyah, beliau berhenti. Beliau ingin mengetahui keadaan kota Mekkah terlebih dahulu. Maka, beliau pun menunjuk Umar bin Khattab untuk masuk kota Mekkah dan menyampaikan maksud kedatangan mereka.”

“namun, Umar menolak. Katanya, ‘wahai Rasulullah, aku tidak memiliki keluarga di Mekkah. Jika aku tertangkap, maka tidak ada yang akan membelaku. Apalagi orang-orang Quraisy mengingat akan permusuhanku dengan mereka. Lebih baik utuslah Utsman bin Affan. Dia masih memiliki keluarga disana. Pastilah dia lebih dihormati.’ Itu alas an penolakan Umar. Maka, Rasulullah pun setuju. Rasulullah pun menunjuk Utsman bin Affan untuk berangkat ke Mekkah.”

“berangkatlah Utsman seorang diri menuju Mekkah. Di tengah perjalanan, Utsman dihadang oleh orang-orang Quraisy. Utsman pun menyampaikan maksud kedatangannya ke Mekkah adalah sebagai utusan dari Muhammad. Maka dipersilahkanlah ia untuk melanjutkan perjalanan. Oiya. Seorang Quraisy bernama Aban bin Said mengantarkan beliau menuju pusat kota. Dialah yang menjamin keselamatan Utsman dari ancaman orang-orang Quraisy. Utsman pun bertemu dengan para pemimpin Quraisy dan mengutarakan maksudnya seperti perintah Rasulullah.” Khalid bercerita panjang lebar.

“diluar kota Mekkah, kaum muslimin mulai merasa khawatir. Mereka sudah menunggu Utsman terlalu lama, namun Utsman tak segera kembali. Lalu, tersiar isu burung bahwa Utsman telah dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Maka, berita itu cepat tersiar di kalangan kaum muslimin, secepat api melahap daun-daun kering. Kaum muslimin pun bersedih. Kalau Quraisy datang menyerang mereka, mereka pasti kalah. Karena mereka tak membawa senjata. Maka, Rasulullah pun bersabda: kita tidak akan pulang sampai terselesaikan masalah ini. Lalu, Rasulullah mengumpulkan kaum muslimin dibawah sebuah pohon. Beliau mengajak mereka untuk berbaiat atau berjanji setia kepada Rasulullah dan berjuang untuk Islam. Bahkan, jika nyawa harus tmeninggalkan jasad untuk selamanya sekalipun. Peristiwa itu dinamakan Baiatur Ridwan.”

“kaum muslimin satu per satu menjabat tangan Rasulullah untuk berbaiat. Setelah berbaiat, beliau memuji perbuatan mereka dengan berkata, ‘kalian adalah sebaik-baik penduduk bumi. Insya Allah, tidak ada satu pun yang masuk neraka dari orang-orang yang berbaiat dibawah pohon.’ Kemudian, beliau menjabat tangannya sendiri, lalu berkata, ‘ini untuk Utsman.’ Allah juga memuji perbuatan kaum muslimin saat itu.”

“dalam surat al-Fath ayat 18. Artinya: sesungguhnya Allah ridha terhadap orang-orang mukmin yang mereka berjanji setia kepadamu dibawah sebuah pohon, lalu Allah mengetahui apa yang ada didalam hati mereka lalu menurunkan ketrenangan atas mereka dan memberi mereka balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).

“maka, kaum muslimin pun siap, walau berperang tanpa senjata. Saat itulah, Utsman berjalan mendekat. Kaum muslimin pun mengucap hamdalah, bersyukur pada Allah karena Utsman kembali dengan selamat. Nah, saat itulah Rasulullah mengadakan perjanjian dengan kaum Quraisy. Perjanjian itu dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu isinya adalah kaum muslimin tidak boleh memasuki Mekkah pada tahun ini dan harus kembali ke Madinah sekarang juga.” Khalid tersenyum.

“Tamat!” serunya sambil menuruni tanah tinggi itu.

“sudah?” Tanya Khadijah, memastikan. Sedangkan Khalid mengangguk kencang, yakin.

“Eh, tadi sejuk nggak sih, naungan pohon itu?” Tanya Ummi. “soalnya kami kepanasan waktu duduk di aspal.”

“sejuk,” Khalid membalas pendek, kemudian melanjutrkan. “ngomong-ngomong tentang naungan, Khalid malah ingat sama naungan Surga. Seperti dalam surat al-Waqi’ah ayat tiga puluh. Artinya: dan naungan yang terbentang luas,. Hadist Rasulullah pun bilang demikian. Artinya: dari Abu Hurairah sampai kepada beliaubahwa Nabi Muhammad bersabda: sesungguhnya di Surga, ada satu pohon yang apabila seorang pengendara berjalan dalam naungannya selama seratus tahun, maka tidak akan terputus dari naungan tersebut. Jika kalian mau, bacalah, ‘ dan naungan yang terbentang luas’ (QS. Al-Waqi’ah: 30). (HR. Bukhari dan Muslim)” kata Khalid.

“Aduh, makin banyak saja hapalan hadist dan al-Qur’an-mu Khalid! Bakalan aku kalah tuh!” kata Khadijah, terkekeh.

“kamu dan aku hapalannya kan 30 juz. Aku sudah hapal arti-artinya. Kamu sudah belum?” Tanya Khalid, heran.

Khadijah menggeleng.

“Oh, pantas saja kamu tidak tahu.” Khalid menggoda, sepatu kets-nya mengetuk-ngetuk tanah aspal.

“He-eh.” Khadijah tersipu malu.

“Baiklah para petualang! Sepertinya petualangan hari ini sudah siap! Ayo, kita pulang ke rumah!” seru Ummi sumringah.

“Ayo! Les’t go!” dan dua anak itu menyambung perkataan Umminya.

Mereka bertiga pun berjalan bergandengan menuju apartemen tempat mereka tinggal.



#cerivitasTantanganMenulis30hari


Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Always Love You

Berpetualang bersama RobotBear

Tatapan Pertama