LATIHAN MEMANAH
LATIHAN MEMANAH
BY: Fatya Bakhitah
Sulaiman
Sore menyentuh kota Utah,
Amerika. Matahari mulai turun menuju ufuk barat. Cahaya kemerah-merahan
menghiasi kota. Cahaya senja menyelimuti kaki langit.
Suasana di kamar itu…
Khadijah beranjak menutup
gorden jendela. Sambil menutup, ia melirik keadaan luar apartemen. Cahaya senja
menyilaukan bersinar dari ufuk. Awan kelabu khas senja tampak menjelma di
langit.
Klik! Bunyi saklar lampu kamar Khadijah mengarah ke atas,
menyalakan bola lampu. Setelah itu, Khadijah santai membuka laci meja laptopnya,
mengeluarkan laptop dan duduk bersila diatas ranjang. Lumayan, dia ingin
menikmati sore dengan membuka laptop dan menyandar di bantal kasur yang empuk.
“Tok..tok.. aku boleh
masuk, Khadijah?”
Khalid mengetuk pintu
sembari melempar tanya pada Khadijah dari depan pintu kamar Khadijah.
Khadijah yang sibuk
menggenggam mouse optik laptop segera
melempar jawaban, “boleh, masuk saja.”
Khalid pun membuka pintu
kamar Khadijah dengan pelan. Kemudian, dilihatnya Khadijah sedang asik berkutat
dengan laptop.
“Wah, wah.. kamu lihat
apaan, Khadijah?” tanya Khalid sembari mendekati Khadijah, tertarik.
“Nggak ada apa-apa. Aku lagi
menulis ide novel baruku di word.” Balas Khadijah ringkas, sedangkan wajahnya
menatap layar dan jari-jemarinya terus menekan tombol keyboard.
“Wah, novel buatanmu
pasti amat menarik. Judulnya apa?” Khalid semakin tertarik. Seminggu terakhir, Khadijah
memang asyik membuka laptop untuk menulis novel.
“Judulnya.. rahasia! Nanti
kamu malah ikut-ikutan.” Khadijah membalas iseng.
“Huh! Kamu!” Khalid
berseru sambil menarik secarik kertas dari kotak print. Ia meremas kertas dan
siap untuk dilempar kepada Khadijah. Sebelum dilempar..
“Khalid! ada notifikasi
email! Baca sama-sama yuk!” Khadijah berseru sebelum tangan Khalid melempar
bola kertas menyebalkan itu.
Khalid pun membuang
kertas ke kotak sampah. Ia kemudian mendekati Khadijah yang menekan tanda
notifikasi itu.
“Siapa yang ngirim
email?” Khalid bertanya sembari mendaratkan tepukan pelan ke bahu kanan Khadijah.
“Zubair.” Khadijah menjawab pendek. Zubair,
adalah sepupunya yang amat lihai di bidang memanah.
Khalid melihat layar
kaca. Tampak oleh mata kepalanya bahwa Zubair mengirimkan videonya. Video itu
merekam aksi Zubair sedang latihan memanah.
“Masya Allah.. lihat tuh,
Khalid. Anak panahnya terkena bantalan sasaran warna merah! Keren!” Khadijah
berseru takjub. Anak panah Zubair tepat menancap di titik merah.
Mereka terus melihat aksi
yang mewarnai sore mereka yang indah itu. Zubair selalu melesakkan anak panah,
dan selalu menancap di titik bantalan sasaran warna merah. Walau terkadang menancap
di titik kuning, hijau atau putih, tetapi titik merah akan menunggu gilirannya.
“Tetapi, latihan itu
hanya berlangsung selama dua puluh anak panah. Zubair memang hebat, tetapi
tidak sehebat sahabat nabi yang lihai dalam memanah.” Ujar Khalid setelah video
itu selesai.
“Wah, subhanallah.. siapa
saja mereka?” Khadijah tertarik. Ia meletakkan laptop di atas kasur. Menatap
Khalid yang duduk bersila didepannya.
“Yang kutahu ada empat. Yaitu,
Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Hudhair, dan Shuhaib
ar-Rumi. Mereka adalah pemanah ulung yang tak terkalahkan.” Khalid menyebutkan
tokoh-tokoh pemanah Arab yang Islam.
“Oh, Sa’ad bin Abi
Waqqash? Sahabat yang merupakan paman Rasulullah, sahabat yang Allah turunkan
ayat 14 hingga 15 surat Luqman, juga sahabat yang memanah kaum musyrikin dengan
jumlah yang banyak pada perang Uhud?” Khadijah memastikan.
“Yup! Benar sekali,”
Khalid mengacungkan jempolnya. “dan Thalhah bin Ubaidillah adalah sahabat nabi
yang merupakan salah satu diantara sepuluh sahabat yang dijamin masuk Surga.
Dialah yang bertempur mati-matian pada perang Uhud, hingga jari-jemarinya
putus. Dia berkata aduh, kemudian Rasulullah bersabda kepadanya: andai engkau mengatakan bismillah, niscaya
para malaikat mengangkatmu dan orang-orang akan melihat. Dan, Rasulullah
juga pernah berkata tentangnya, ‘barangsiapa
ingin melihat seorang syahid yang berjalan diatas bumi, maka hendaknya melihat
Thalhah bin Ubaidillah.” Kata Khalid, menjelaskan tentang Thalhah bin
Ubaidillah.
“kala tragedi Uhud, Sa’ad
bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah berperang dengan gigih, kaum
musyrikin merangsek berjalan menuju tempat mereka, hendak membunuh Rasulullah
yang dilindungi sepuluh sahabat. Namun, upaya itu gagal karena Thalhah dan Sa’ad
membidik anak panah-anak panah maut dengan cepat, dan bidikan itu selalu tepat
sasaran. Hah, mereka kan, memang pemanah Arab yang ulung.” Ujar Khalid
mengenang sejarah tragedi Uhud yang ada sikap kepahlawanan tiada tara dari para
sahabat.
“bagaimana dengan Usaid
bin Hudhair dan Shuhaib ar-Rumi?” Khadijah pelan mengucapkan kalimat. Wajahnya
menatap Khalid yang bercerita dengan gaya full, sedangkan mulutnya separuh
terbuka, ternganga. Alangkah hebatnya para sahabat nabi!
“Usaid bin Hudhair adalah
sahabat yang pintar membaca dan menulis, dua perkara yang amat langka di
Madinah. Disamping dia jago berkuda dan memanah, dia bisa membaca al-Qur’an
dengan baik dan merdu. Semua penduduk Madinah sangat berlomba-lomba untuk bisa
mendengarkan bacaannya. Bahkan, bahkan.. penduduk langit saja sangat suka
dengan bacaannya!!” Khalid berseru histeris, mengepalkan tangan dan mengarahkannya
ke atas.
“Masya Allah.. hebat
sekali dia, ya!” Khadijah berkata takjub. Mata kanannya mengerling.
Khalid mengangguk,
melanjutkan, “jadi, suatu malam dia duduk di halaman rumahnya, sedangkan kuda
miliknya terkekang tidak jauh darinya. Juga anaknya Yahya tidur disampingnya.
Malam itu malam yang cerah dan menawan, sehingga Usaid ingin mengisi malam itu
dengan membaca al-Qur’an. Dia pun membaca surat al-Baqarah. Namun, setiap kali
dia membaca satu ayat, kudanya selalu memberontak. Hingga jika dia diam dari
ngajinya, kudanya pun akan diam. Karena itu, Usaid mengkhawatirkan anaknya
Yahya akan terinjak oleh kuda. Saat dia membangunkan Yahya, dia mendongak,
langit tampak indah. Ada cahaya yang mirip payung-payung yang menggantung di
langit. Amat menawan.” Kata Khalid, senyum di bibirnya merekah.
“esok harinya, Usaid
menemui nabi dan mengabarkan hal itu. Maka Rasulullah pun bersabda: itu adalah para malaikat yang mendengarkan
bacaanmu wahai Usaid. Kalau kamu terus membaca niscaya orang-orang akan
melihatnya dan tidak tersembunyi lagi keberdaan mereka di mata orang banyak.”
Lanjutnya lagi dengan ukiran senyum yang amat indah.
Khadijah terdiam terpaku.
“Ckckck.. masyaallah..”
“saatnya giliran Shuhaib
ar-Rumi. Dia adalah orang Persia namun kala dia berkunjung ke kampung Ibunya,
kampung Ibunya diserang Romawi. Nah, saat itulah Shuhaib dijadikan budak.
Ketika dia menjadi orang yang merdeka, dia pindah ke Mekkah. Dia berniaga
hingga ia mempunyai harta yang banyak. Namun, ketika ia ingin hijrah ke
Madinah, menyusul Rasulullah, dia selalu dijaga oleh mata-mata Quraisy. Hingga
akhirnya ia merelakan hartanya diberikan pada Quraisy dan dia dibebaskan
hijrah. Ketika Shuhaib tiba di Quba, Rasulullah menyambutnya seraya berkata: Jual beli yang menguntungkan wahai Abu
Yahya, jual beli yang menguntungkan wahai Abu Yahya, jual beli yang
menguntungkan wahai Abu Yahya. Begitu.” Kata Khalid menyeringai lebar.
Khadijah tersenyum,
“hebat ya..”
Khalid mengangguk,
“memang. Karena itulah Superhero sebenarnya. Itulah pahlawan yang
sesungguhnya!” serunya kencang, mengepalkan tangan, wajahnya semangat amat
yakin.
“besok hari libur Abi.
Kita ajak Abi memanah yuk! Kebetulan kemarin Abi membeli tiga busur dan 15 anak
panah. Besok, kita ajak Abi membuat bantalan sasaran, lalu kita latihan?
Setuju?” usul Khadijah nyengir.
“Ayo!” Khalid menyahut bersepakat.
“itu saja sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Nih, haditsnya,”ujar Khalid
sembari menekan tombol keyboard, mengetikkan kalimat ‘hadits Rasulullah tentang
memanah’ di kolom entri Google.
Khalid membuka sebuah
situs. Dia pun membacakan arti hadits itu.
“sabda Rasulullah: ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang,
dan memanah (HR. Bukhori dan Muslim) nih, ada satu hadits lagi. Sabda
Rasulullah: lemparkanlah (memanah) dan
tunggangilah (kuda) (HR. Muslim)” kata Khalid.
“olahraga anjuran
Rasulullah ada tiga. Yakni memanah, berenang dan berkuda. Hadits tentang
anjuran berenang kita searching lagi, yuk.” Usul Khalid sembari mengetikkan
‘hadits Rasulullah tentang berenang’ di kolom entri.
“tuh, dibaca.” Kata
Khalid, menyuruh Khadijah membaca artikel tentang hadits olahraga berenang.
“Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam bersabda: segala sesuatu yang tidak mengandung
dzikrullah padanya maka itu adalah kesia-siaan dan main-main kecuali empat
perkara; yaitu senda gurau suami dengan istrinya, berlatih memanah, berlatih
berkuda, dan mengajarkan renang. HR. An-Nasai no. 8890 Al-Albani menyatakan
bahwa hadits itu shahih (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir)” tutur Khadijah.
“Emm.. berarti, kita
berlatih olahraga yang dianjurkan Rasulullah, Khalid. sebab, kita sudah pintar
berenang, tinggal memanah dan berkuda.” Kata Khadijah tersenyum simpul.
Khalid mengangguk. “oke,
kita sepakat untuk mengajak Abi memanah, ya.” Katanya sambil berdiri, beranjak
keluar dari kamar Khadijah.
Khadijah mengangguk,
kemudian tersenyum.
Dan Khalid sudah keluar
dari kamar Khadijah, lalu membujuk Abi untuk mengajari mereka memanah.
***
Pagi bersinar, matahari
menyemburat dari balik gedung-gedung tinggi pencakar langit. Sinarnya menyinari
dari ufuk. Lembayung langit tampak indah, panoramanya memanjakan mata. Namun,
hal itu sudah diabaikan oleh dua anak itu.
“nah, untuk pemula caranya
begini,” kata Abi sambil membetulkan letak kaki Khalid. giliran dia yang
memainkan busur dan lima anak panah.
“sikap berdirinya
sejajar. Posisi kaki Khalid terbuka selebar bahu dan sejajar dengan garis
tembak. Kedua, sikap berdiri Khalid juga harus terbuka. Posisi kaki kamu membuat
sudut 450 dengan garis tembak. Kemudian, pasang ekor anak panah di tali busur.
Lalu, tarik tali busur. Tekniknya, tali busur menyentuh dagu, bibir dan hidung.
Mata lurus kedepan, fokuskan kepada bantalan sasaran, ini teknik membidik.
Lalu, lepaskan tali busur. Nanti anak panahnya akan terlempar ke bantalan
sasaran.” Kata Abi sambil mencontohkan tahapan cara memanah secara berkala.
“Oh, begitu.” Khalid
menirukan Abi.
Setelah dirasa semua
tahapan sudah selesai, Khalid mulai membidik. Pandangan matanya menuju ujung
anak panah, mengarahkannya ke bantalan sasaran warna merah. Setelah diarasa
pas, lalu dilepasnya tali busur. Anak panah pun meluncur menuju bantalan sasaran
dan nyaris mengenai titik merah.
“Alhamdulillah.. kena
titik merah Bi!” Khalid berseru keki, menggoyangkan bahu Abi yang sedang membaca
medsos di smarthphone.
Abi menoleh, “tapi mas
Khalid baru pemula loh.. jangan sombong dulu.” Cecar Abi sembari mengajarkan
teknik memanah pada Khadijah.
Latihan itu berjalan
dengan menarik. Mereka bertekad untuk terus merintis olahraga ini agar bisa
seperti empat pemanah Arab yang ulung.
Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin
Hudhair, dan Shuhaib ar-Rumi.
#cerivitasTantanganMenulis30hari
Komentar
Posting Komentar