terowongan
Lari dari kiamat dan
akhirat
By: Fatya Bakhitah
Sulaiman
Ceramah dari Imam Siraj
Wanhaj sangat menarik bagi delapan petualang ini. Mereka tampak menikmati
ceramah.
Ya, Imam Siraj Wanhaj
memang sangat pintar mengadakan break
sambil ceramah. Sentilan-sentilannya sangat menarik. Kalimat-kalimatnya
menggugah. Amaroh yang ditemani Khadijah yang biasanya selalu bosan, kini
tampak semangat menghadiri ceramah itu. Entah mungkin karena ada sahabatnya,
entah karena ceramah itu menarik.
Setelah ceramah selesai,
delapan anak itu berhamburan keluar dari rumah Longleat. Mereka bertemu di
halaman rumah Longleat. Kemudian mereka ingin mencoba keluar dari lokasi taman
Longleat Hedge Maze tanpa GPS smarthphone. Mencoba dengan asal-asal saja.
“kita berkelompok ya.
Khadijah sama Khalid, Omar sama Amaroh, Asad dengan Ikrimah, Farih dengan Aqil.
Kita serentak keluar dari lorong yang berbeda, ya” kata Omar.
“enggak deh. Amaroh mau
sama Khadijah saja” kata Amaroh. Ditariknya tangan Khadijah, berpaling menuju
sebuah lorong diantara empat lorong labirin.
“beneran? Nanti enggak
nangis ya?” goda Asad. Anak itu memang jahil sekali.
“buat apa?” ledek Amaroh.
“Khadijah kan, pinter. Aku ikut saja kemana dia pergi” katanya yakin melulu.
“ya sudah. Khadijah,
hati-hati disana ya” pesan Khalid sambil menatap wajah Perancis kembarnya.
“iya deh. Kami pergi
dulu. Insya Allah, kami akan hati-hati” kata Khadijah yakin.
Khalid pun akhirnya
bersama Ikrimah menyusuri lorong yang lain. Sedangkan Omar dan Asad melewati
jalur ditengah. Aqil dan Farih jalur kiri.
Baru 10 meter, Khadijah
dan Amaroh berhenti di sebuah persimpangan yang memiliki 4 jalur. Khadijah
mengajak melewati jalur ketiga, kebetulan dari tempat ini dia melihat satu
jembatan kayu diantara enam jembatan kayu yang bertebaran di labirin.
Mereka berdua menaiki
jembatan. Khadijah sibuk mencari jalur jalan keluar. Sedangkan Amaroh asyik
‘cekrek-cekrek’ labirin. Dia bilang, “enggak selfian kok. Cuma fotoin jalur.
Biar nanti kamu enggak lupa” kata Amaroh dengan polosnya.
Di pintu gerbang labirin,
Khalid dan Ikrimah sudah menunggu. Mereka berdua berdiri sambil
bercerita-cerita.
“itu kelompok Omar sudah
datang” kata Khalid sambil menepuk bahu Ikrimah.
“eh, Khadijah dan Amaroh
belum datang?” tanya Omar.
“belum” singkat Khalid.
Dua gadis manis itu entah dimana.
“lambat sekali mereka”
gumam Asad.
“namanya juga perempuan,
Asad!” semprot Aqil. Farih dan Aqil keluar dari labirin secara serentak dengan
kelompok Omar.
Kemudian mereka asyik mengobrol
berenam. Lamaa.. sekali.
“aduh, ini sudah jam 3
sore kok mereka belum datang sih?” gerutu Khalid.
“lihat, apakah itu
mereka?” teriak Farih. Matanya menatap jembatan kayu yang diatasnya berdiri dua
anak gadis. Satunya bergamis ungu, satu lagi bergamis hijau.
“ah, aku mau menyusul
mereka” tekad Khalid. Ia masuk kedalam jalur tengah sambil berlari.
“hati-hati Khalid.
Bisa-bisa kamu nanti malah terjebak” seru Omar, gelisah. Sedangkan Asad melipat
dahi menjadi empat.
“nggak apa-apa. Daripada
mereka berdua yang terjebak. Sudah jam tiga sore. Aku mau mengadakan meeting di taman hotel, nanti” kata
Khalid. Dia berucap yakin sambil berdiri di depan gerbang jalur labirin sambil
menatap teman-temannya.
Khalid menyusuri jalur
dengan asal-asalan. Ada persimpangan, dia mengingat dengan metode tekniknya
sendiri. Aku harus cepat!
Tak lama kemudian, Khalid
akhirnya menemukan mereka juga. Dia melihat mereka berdua sedang berada di atas
jembatan. Khadijah memutar kepalanya, mengedarkan matanya menuju seluruh jalur.
Dia mencoba menghafal setelah dia mendapatkan rute jalan keluar. Sedangkan
Amaroh seperti biasa, ‘cekrek-cekrek’ selfian dengan smarthphone-nya. Hobi yang
sudah dimaklumi oleh teman-temannya.
“hei, kalian Amaroh dan
Khadijah, kan?” seru Khalid di jalur persimpangan. Nafasnya tersengal. Peluh
bercucuran dari dahinya. Baju kaos hitam yang diselubungi jaket tak berlengan
berwarna kuning basah dihujani keringat. Topi kep-nya benar-benar basah.
Rambutnya sekarang bau matahari.
“Amaroh, bantuan Allah
datang” bisik Khadijah sambil menggamit tangan Amaroh.
“kenapa?” tanya Amaroh
polos.
“Khalid sudah menjemput
kita!” bisiknya lagi.
“he-eh. Ayo kalau begitu”
kata Amaroh sambil menggendong aku dan menyimpan smarthphone di saku gamisnya.
“kalian ngapain sih? Lama
amat mencari jalan keluar?” tegas Khalid. Mata itu berbinar.
“aku cari jalan keluar
dengan naik jembatan. Kami enggak dapat jalan buntu, tapi lupa arah. Jadinya mutar-mutar
disitu-situ aja. Dari sini, balik lagi ke halaman rumah Longleat. Harusnya ke
pintu gerbang. Padahal sudah mengikuti tehnik yang kamu ajarkan” kata Khadijah
pelan. Amaroh hanya menatap kosong.
“sedangkan Amaroh sibuk
moto-moto jalur biar aku ingat” jelas Khadijah jujur.
“ya sudah. Ikut aku kalau
begitu”kata Khalid.
Sedangkan di gerbang
labirin..
“aduh, Khalid lama
sekali?” kata Omar, gundah. “jangan-jangan dia ikut terjebak”
“jangan su’uzhon begitu.
Do’akan saja, semoga mereka segera datang” sela Ikrimah.
“Alhamdulillah
temat-teman! Dua gadis itu ditemukan” teriak Khalid sebagai pemandu jalan dua
gadis manis itu.
Sontak lima anak itu
menoleh, “Alhamdulillah”
Omar yang sedari tadi
panik segera mendekati Amaroh. “kok lama sekali?” tanya Omar.
“Khadijah suka lupa sama
jalur. Kecuali dengan jalur jembatan. Asal dia naik ke jembatan, aku ikut naik.
Foto-fotoin labirin supaya dia ingat. Dan kadang pun foto diri sendiri” kata
Amaroh nyengir.
“ayo, kita masuk ke
pesawat. Nanti setelah mandi kita berkumpul di taman hotel ya. Kita akan meeting
untuk merencanakan perjalanan besok akan berpetualang ke wisata apa” kata
Khalid sambil menaiki tangga Chameleon Jet.
Semuanya duduk di seatnya
masing-masing. Tak lupa mereka memasang safety belt di pinggang. Saatnya
berangkat!
Pesawat Chameleon Jet pun
meluncur ke udara dengan kecepatan penuh.
***
Sore yang eksotis di
taman hotel Warminster. Delapan anak yang kompak nan cerdas itu duduk melingkar
diatas tikar yang digelar oleh Asad. Mereka duduk berdiskusi dibawah pohon
cemara. Lampu-lampu taman menerangi taman dengan cahaya yang temaram. Ditemani
camilan buatan Ummi Khalid, pudding Yorkshire. Anak-anak itu bermusyawarah
dibawah cahaya Islamiyah di Negara Elizabeth.
“bagaimana kita berwisata
menuju terowongan Williamson?” usul Omar. Anak itu memang pinter sekali dengan
tempat wisata.
“tapi kita tidak bisa
menggunakan subway, kereta api
dibawah tanah. Tempat terowongan itu berada di Edge Hill city, Liverpool. Aku
kemarin sudah merencanakan kesana, ngajak kalian naik subway di terowongan
Eurotunnel” kata Khalid, tidak setuju. “tetapi, jalur kesana tidak ada”
“naik mobil Abi kamu saja,
Khalid” usul Asad sambil menyuapkan satu sendok berisi Yorkshire pudding.
Ringan sekali lidahnya mengatakan kalimat itu.
Yorkshire pudding adalah
kuliner khas Negeri Elizabeth. Pudding Yorkshire terbuat dari tepung gandum,
susu, dan telur yang prosesnya bisa dikukus atau dipanggang. Pudding ini
biasanya disantap bersama saus yang ditambahkan irisan daging panggang (kalau
Ummi Khalid yang membuatnya, gak perlu takut dagingnya merupakan daging harom)
didalamnya. Beberapa sayuran seperti peterseli juga biasa dicampurkan dalam
saus. Ternyata pudding ini sudah berabad-abad menjadi salah satu hidangan
favorit di Inggris. Apakah kalian tertarik untuk mencobanya?
“lalu, siapa yang
nyetir?” tanya Ikrimah.
“ya kamu lah!” ledek Asad
pada Ikrimah. Ikrimah mendengus jengkel. “ah, kamu. Ada-ada saja” katanya.
“atau pilot Fahmy?” usul
Amaroh, ikut nimbrung tanpa permisi. Sedari tadi ia asyik selfie di taman
dengan Khadijah.
“enggaklah! Kita-kita
kan, naik mobil. Bukan naik Chameleon” kata Farih.
“lalu, siapa?” sela Omar.
“aha! Abang lupa ya?
Kita-kita kan, masih bisa naik bus listrik!” usul Amaroh. Sore ini ia riang
sekali.
Khalid menatap Omar. Butuh jawaban.
“emm.. naik bus listrik
saja deh. Daripada pusing tujuh keliling mencari transportasi” kata Omar,
memutuskan.
“lalu, sepakat kita
menuju terowongan Williamson?” tanya Khalid.
“sepakat!” seru delapan
anak-anak itu. Kemudian meeting pun selesai, mereka menuju kamar masing-masing
di hotel Warminster.
***
Pagi itu, pagi yang
cerah.
Satu bus listrik sudah
menunggu di depan gerbang hotel. Omar dengan kemeja abu-abu dan celana panjang
berwarna hitam dengan cermat memanggil nama teman-temannya untuk segera menaiki
bus. Mereka akan berangkat menuju terowongan Williamson itu sekarang.
Sejurus kemudian, bus sudah
meluncur cepat. Roda bus berputar kencang.
Tak menunggu lama,
delapan anak-anak itu sudah tiba di tempat wisata. Mereka masuk kedalam pintu
gerbang terowongan Williamson. Mereka masuk sambil saling mencengkeram baju
teman-temannya. Takut, tempat ini terlalu misteri. Apalagi tempat ini dibangun
200 tahun yang lalu.
Baru 15 menit menyusuri
jalan terowongan, mereka mendengar suara yang menyapa mereka.
“assalamu’alaikum
Teman-teman!”
Delapan anak itu
tersentak. Setiap bibir lirih mengucap istighfar. Awalnya Omar yang menjadi
pemandu, sekarang malah Khalid pula!
“hei! Kenapa kalian gemetaran
begitu!” suara itu terdengar lagi.
Amaroh memeluk Khadijah,
menitikkan air mata. Ia cemas. Ia takut. Tapi harus bagaimana? Kebetulan mereka
dibarisan tengah.
Asad merangkul Omar. Farih
menggenggam tangan Aqil semakin kencang. Ikrimah yang menemani Khalid kini
menggigit bibir. Khalid mengertakkan gigi. Ayolah, kau sang Pahlawan. Majulah
dirimu seperti Abdurrahman Al-Ghafiqi, tabi’in yang disegani benua Eropa.
Jadilah dirimu seperti Khalid bin Walid! Ayo, majulah, Khalid! Kalimat itu
melayang di hati Khalid.
Khalid memantapkan
dirinya untuk melangkah. Baru saja 3 langkah..
“hei! Kami disini!” suara
itu terdengar semakin jelas. Khadijah yang memeluk Amaroh sambil menggigit
bibir kini langsung lega. Dia bilang sama teman-temannya, “hei, bukankah itu
suara Luci?”
Teman-temannya langsung
lega. Luci dan teman-temannya merangsek berjalan menuju mereka, menenangkan.
Masa’ sama teman lupa?
Ikrimah tidak
menghiraukan mereka. Ia mengobrol dengan Asad.
“teman-teman, buat apa
kita masuk ke terowongan orang yang melarikan diri?” tanya Ikrimah.
“emangnya kenapa
Ikrimah?” Taqiyya balik bertanya.
“terowongan ini dipercaya
sebagai tempat perlindungan dari Akhirat dan hari Kiamat. Aku baru saja ingat.
Para ahli sejarah percaya bahwa terowongan ini didirikan oleh pembisnis bernama
Joseph Williamson, dibangun antara tahun 1810
hingga 1840” kata Asad sambil menepuk dahinya sendiri.
“lalu?” tanya Amaroh,
tidak sabaran.
“Williamson percaya jika
dunia akan kiamat. Maka dari itu, ia membangun terowongan ini, agar jika hari
kiamat dia melarikan diri kesini” kata Asad, nyengir.
“ya iyalah. Dia kan,
non-Muslim”Khalid menyambung.
“kamu tahu, Khalid?” seru
Omar.
“tahu dong. Jika orang
yang seperti itu, maka ia orang kafir. Kalian tidak ingat surat al-Qiyamah ayat
sepuluh hingga dua belas?” jawab Khalid.
“pada hari itu manusia berkata, ‘kemana tempat lari?’ (10)
tidak! Tidak ada tempat berlindung! (11) hanya kepada Tuhanmu tempat kembali
pada hari itu (12)”
Khalid melantunkan
ayat-ayat. Teman-temannya menyimak, berdiri terpaku.
“mumtaz Khalid!” Ikrimah
tersenyum simpul, mengacungkan 2 jempol. Bangga sekali dia memiliki teman
seperti itu. Khalid tersenyum puas, sedangkan Khadijah menatap senang.
“ayo, kita pulang” ajak Amaroh. “aku sudah
capek”
Omar segera menghentikan
bus listrik yang kebetulan lewat. Kemudian, mereka semua menaiki bus menuju
hotel Warminster. Pulang, mendapat pelajaran baru dari Allah.
Komentar
Posting Komentar