BERSELANCAR DI OMBAK BONO


BERSELANCAR DI OMBAK BONO

BY: Fatya Bakhitah Sulaiman

 

Keluarga Khalid dan keluarga om Urwah sedang pelesir ke Pelalawan. Kata mereka, tujuan utama mereka semua adalah ingin melihat aksi Khalid bermain ski di Ombak Bono Pelalawan, Sungai Kampar.

“kalian semua di Dermaga Pelalawan saja. Nggak usah ikut. Bahaya.” Kata Abi sambil menggandeng tangan Khalid yang sedang menggendong sebilah papan selancar. Beranjak menuju kapal, untuk menyeberang dari Pelalawan menuju Desa Pulau Muda, tempat ombak itu bergulung.

“kami ikutlah Om.. please..” Walid memelas kepada Abi.

“nggak usah Walid.. ini semua berbahaya.” Om Urwah menegaskan Walid.

 “itu berbahaya Sayang.. kita akan melihat dia bermain selancar itu lewat video yang Om Fairuz (nama Abi Khalid) rekam.” Kata om Urwah menenangkan. Salamah dan Hudzaifah juga kecewa. Mereka juga ingin melihat Khalid beraksi dengan mata kepala sendiri.

Khalid pun digandeng Abi menuju kapal. Mereka akan menyeberang dari Pelalawan menuju Desa Pulau Muda itu. Khalid menelan ludah. Baiklah, siapkan mental juangmu. Karena, kamu harus menempuh waktu yang lama untuk menaklukkan ombak raksasa yang ganas itu.

***

Tiba disana, Khalid segera mengambil ancang-ancang. Seperti para peselancar lain, ia bersiap. Ombak datang menerjang. Para peselancar segera meluncurkan papan ski masing-masing. Meliuk-liukkan badan.

Khalid menatap papan ski birunya. Sejurus kemudian, ia menatap Abi yang terus menyemangatinya dari kejauhan, mengepalkan tangan, pertanda agar terus semangat.

Khalid memantapkan dirinya untuk terus melanjutkan. Ia segera menggerakkan papannya, berjalan mendahului para peselancar lain. Ia tersenyum getir, semoga saja harapan itu berhasil.

Setengah jam terlewati, Khalid semakin terus berjuang. Ayolah, Khalid mendesis. Hanya setengah jam lagi, Insyaallah ombak akan surut. Allah akan terus bersamaku! Desisnya kencang diujung bibir.

Khalid menggerakkan kaki, meliuk-liukkan papan ski. Wajahnya terlihat sumringah saat jam smarthwatch di tangannya menunjukkan pukul dua lewat empat puluh menit. Abi semakin semangat, mengepalkan tangan, meneriakkan yel-yel. Memberikan partisipasi pada anaknya yang tengah berjuang di medan laga.

Khalid menyimpulkan senyum saat ombak dibawahnya terasa seperti hendak surut. Ia menatap lurus kedepan, berusaha membuat papan selancarnya terdampar. Ia tersenyum simpul saat sedikit lagi papan ski-nya menyentuh tanah.

“Alhamdulillah!” teriaknya kencang sekali saat papan selancarnya sudah terdampar. Dia mengulum senyum indah kepada Abi yang mengulurkan tangan padanya.

“Capek?” tanya Abi.

Khalid menghela napas panjang. “capek Bi. Ada seru, ada capeknya. Khalid tadi udah mau nangis karena takut, tetapi Khalid berusaha menebalkan niat.” Katanya jujur. Cahaya di lisannya yang sarat makna, penuh arti.

Abi mengelus rambut kemerahan Khalid yang basah. “tidak apa-apa Sayang. Kamu sudah hebat, berani menaklukkan ombak itu. Karena kamu tetap yakin Allah akan bersamamu, Allah juga akan menyayangimu. Kamu ingat kisah Ashabul Ukhdud?” kata Abi menasehati.

“emm.. pemuda yang belajar sihir kan, Bi? Setelah itu dia bertemu Rahib yang sholat di gunung. Lalu, ia tunggu Rahib tersebut selesai sholat. Lalu, dia banyak melontarkan pertanyaan pada rahib, dan sang rahib menjawabnya dengan jawaban yang cerdas dan mudah dipahami. Kemudian, ia cenderung suka dengan belajar agama rahib dibanding belajar ilmu sihir. Esok harinya, ada binatang buas, dan pemuda tersebut melempar batu dengan mengucapkan kalimat-kalimat kepada Allah dalam hati, kan Bi? Setelah itu, binatang buasnya mati, orang-orang takjub akan kehebatannya. Setelah itu, orang-orang mengira dia sudah menjadi penyihir handal. Orang banyak datang berduyun-duyun ke rumah pemuda. Maka, pemuda itu mewujudkan cita-citanya. Yaitu, mendakwahkan orang-orang ke jalan Allah. Setelah raja tahu semua masalah dakwahnya, raja dengan segera menghukum rahib dan pemuda. Tetapi si pemuda tidak mati, maka pemuda itu dihukum lagi, dibawa ke gunung oleh para algojo raja. Lalu, pemuda berdo’a agar Allah menjaganya. Seketika gunungnya berguncang dan yang selamat hanya pemuda. Kemudian, pemuda itu dihukum dibawa ke laut oleh para algojo yang lain. Mereka membawa pemuda itu ke sebuah perahu dan mereka akan melempar pemuda itu ketika perahu berada ditengah-tengah lautan. Ketika hendak dilempar, pemuda itu berdo’a pada Allah agar menyelamatkannya. Do’a itu terkabul. Angin seketika berhembus kencang, membuat perahu mereka terombang-ambing dengan keras. Semua algojo berjatuhan ke laut, sedangkan yang selamat hanyalah pemuda itu.” Kata Khalid tersenyum puas menatap Abi.

Abi balas tersenyum, “kamu tahu kalau dia bisa selamat?”

“karena dia mengingat Allah! Iyakan Bi?” jawab Khalid.

“Yup!” kata Abi. “barangsiapa yang mengingat Allah, Allah akan mengingatnya. Barangsiapa yang melupakan Allah, maka Allah melupakannya dan ia diberi kenistaan.” Kata Abi lagi.

“ayo, kita pulang ke Dermaga Pelalawan. Mereka semua pasti sedang menunggu kabar kamu.” Ujar Abi. “nanti, selepas makan siang kita berenang di kolam renang Deva ya…. Tempat kamu les berenang tujuh tahun yang lalu.”sambung Abi sambil menarik tangan Khalid, membantunya berdiri.

Khalid mengikuti Abi menuju kapal. Hendak menyeberang dari Desa Pulau Muda ini menuju Pelalawan. Pulang dan menjemput keluarga yang ditempatkan di Dermaga Pelalawan.

***

Tiba disana..

“Khalid! Gimana mainnya? Seru? Kamu tadi ada digulung ombak? Ceritakan dong..” Salamah, Walid, dan Hudzaifah sudah mengerubungi Khalid yang datang dengan digandeng Abi.

“ih, sabar sedikit kenapa? Aku masih capek tahu!” Khalid berkata jengkel. “main selancar di ombak Bono ini sangatlah menantang. Ombaknya saja tunggu berjam-jam baru surut.” Lanjutnya sambil duduk meluruskan kaki. Sedangkan Khadijah mendekatinya, memijit pelan.

“kok aneh sekali ombak itu ya?” kata Walid pelan.

“kenapa?” Khalid yang kakinya dipijit sama Khadijah segera bertanya balik.

“Yeah, kenapa ombak di laut itu kecil? Kenapa pula ombak di sungai Kampar itu ketinggiannya bisa sampai tiga-empat meter?” balas Walid, menatap langit.

“kamu emangnya sudah tahu kenapa ombak Bono itu terjadi?” kata Khalid, menyelidik.

Walid menggeleng.

“ombak Bono terjadi karena arus air sungai bertemu dengan arus pasang air laut. Dua arus air besar itu bertemu, kemudian bertabrakan. Saat itulah ombak raksasa itu terjadi.” Jelas Khalid.

“Masya Allah..” kata mereka semua.

“itu seperti ayat sembilan belas surat ar-Rahman ya? Walau itu menceritakan tetang Selat Gilbraltar yang mempunyai dua lautan yang berbeda karakter. Tetapi, ayat tersebut seperti bisa membicarakan dua fenomena alam dalam satu ayat.” Khadijah menyeletuk.

“bagi kita, mendengar kata ‘peselancar sedang berselancar di sungai’ amat mustahil. Namun, hal itu benar-benar terjadi. Lihat, Khalid saja sedang berselancar di sungai.” Kata Khadijah.

“tempat itu amat terkenal. Tanggal dua puluh empat November kemarin, ada acara selancar. Itu hari acara selancar yang paling puncak. Dua peselancar asal Kanada mengikuti acara itu juga. Bahkan, ketika baru sampai mereka tidak sabar untuk segera menaklukkan ombak Bono yang ganas itu.” Kata Khalid.

“mereka tiba disana tanggal dua puluh dua November kemarin. Begitu tiba, mereka langsung beraksi dengan ombak. Maka, peselancar lokal, speedboat pemantau, dan kapal penyelamat siap menggiring dua bule yang sedang beraksi.” Lanjut Khalid.

“tanda-tanda kepiawaian memang tampak jelas dari diri dua bule itu. Mereka memang mengendalikan ombak dengan keren, dari ombak muncul hingga ombak menyurut.” Kata Khalid. “bahkan, mereka juga tampil tanggal dua puluh empat November kemarin, acara selancar paling puncak yang kubilang tadi.” Lanjutnya.

“Yaah.. nggak dari kemarin. Kalau kemarin kita kesini, kita bisa melihat atraksi legendaris itu ya? Keren, peselancar Kanada berselancar di sungai. Haha.. lucu amat dengarnya.” Celetuk Hudzaifah dengan mata menyipit karena tertawa.

“Yeah, kan sudah ada atraksi baru dari Khalid. Bersyukur aja, masih ada yang ditonton.” Ujar Ramlah dengan nasihat bijak.

“kan pura-pura..” Hudzaifah gelagapan.

“tetapi terkesan tidak bersyukur loh!” Shafiyyah ikut menanggapi gelagat itu.

“Iya deh..” sahut Hudzaifah.

“ayo, kita makan siang. Kata Abi, selepas makan kita bersiap-siap untuk berangkat ke kolam renang Deva tempat les berenang aku dan Khadijah tujuh tahun silam. Kolam itu di Pekanbaru. Malamnya kita tidur di penginapan. Oke?” kata Khalid menggandeng Khadijah, mengajaknya mendekati dua orangtua-nya.

“oke!” Walid, Salamah, Hudzaifah, Ramlah dan Shafiyyah berseru sepakat.

“kita makan sambil melihat video aksi Khalid menaklukkan ombak itu ya!” seru Abi.

Mereka pun makan siang sambil menonton atraksi legendaris itu.

***

Selepas makan siang, mereka semua berbenah untuk berangkat ke Pekanbaru. Mereka akan menuju kesana. Ke kolam renang Deva.

***

Tiba di kolam renang, Abi Khalid membeli tiket masuk. Kemudian, mereka semua segera mengenakan pakaian renang, lalu mengambil kacamata renang yang juga dibawa didalam ransel.

“kita cebur sama-sama ya..” ujar Ramlah, menggenggam tangan Khadijah.

Salamah, Walid, Khalid, Hudzaifah, Ramlah, Shafiyyah dan Khadijah saling menggenggam tangan, mereka menceploskan tubuh mereka semua kedalam air secara serentak. Bunyi debam air terdengar kencang. Cipratan air dimana-mana. Air segera menyergap tubuh mereka masing-masing—apalagi kalau berenang memang selalu menyenangkan.

Mereka mengusap wajah sambil tertawa terbahak. Khalid dan Khadijah menunjukkan keahlian mereka, berenang. Berenang gaya dada, gaya bebas, gaya punggung, gaya kupu-kupu, juga ada menyelam ke dasar kolam atau dikenal dengan istilahdeving.

“sekarang, coba kita gaya punggung ya!” kata Khadijah pada teman-temannya. Wajahnya menyeringai riang. Rambut pirangnya yang panjang basah terkena air.

“ajari aku Khadijah!” seru Ramlah.

Ramlah membaringkan tubuh diatas air. Kepalanya berada diatas telapak tangan Khadijah. setelah mengentakkan kaki di dinding kolam, kakinya bergerak atas-bawah dengan pelan. Tangannya berputar bergantian, atas-bawah juga. Ia terus berenang hingga tiba diujung kolam.

“nah, begitu dong! Berenang, mengajari teman.” Ujar Abinya Khalid tersenyum riang. “berenang itu merupakan salah satu diantara permainan dan olahraga yang Rasulullah anjurkan, bukan? Jadi, lebih baik berenang dibanding main ski mulu.” Abi menggoda Khalid.

“kenapa Om?” tanya Shafiyyah.

“karena, main ski itu berbahaya. Jika ombaknya besar, bisa-bisa kita akan tergulung ombak. Kalau nggak mahir, bisa-bisa kita malah jatuh ke laut. Kalau dikejar hiu, malah dimakan hiu.” Abi terkekeh menjawabnya. Sedangkan yang lain bergidik sambil tertawa.

Mereka terus bermain air. Seru sekali!

Tepat pukul lima sore, mereka menghentikan berenang. Mereka segera mandi di toilet kolam renang. Setelah mandi, berpakaian, mereka langsung berbenah, bersiap mencari penginapan.

 

#cerivitasTantanganMenulis30hari

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Always Love You

Berpetualang bersama RobotBear

Tatapan Pertama