Lampion di langit Bengkalis


Lampion di langit Bengkalis

By: Fatya Bakhitah Sulaiman

 

Malam yang cerah. Jalanan padat oleh orang lalu lalang. Bulan purnama bersinar di lembayung langit. Bintang-bintang bertabur gemerlap. Menemani bulan yang sedang mengawasi bumi yang bersiap untuk merebahkan diri.

Di rumah itu..

Khadijah dan Khalid duduk melingkar di teras rumah bersama Ummi. Abi masih dinas di Malaysia. Sebenarnya, Ummi yang memutuskan untuk berlibur ke Bengkalis. Alasannya, karena Malaysia-Bengkalis cukup dekat. Jadi, Ummi membawa dua anak kembarnya ke kampung halaman.

“malam ini cerah sekali ya!” bisik Khadijah menatap langit. Bintang gemintang tampak bercahaya memukau, seolah menyapanya.

“Iya. Lihat tuh, langitnya penuh bintang!” sahut Khalid, menatap takjub.

Mereka berdua terdiam, menatap langit. Sepuluh menit kemudian..

“Ummi, itu apa Mi?” Khalid tiba-tiba mengangkat suara, menggoyang paha kanan Ummi.

Ummi yang sedang membaca berita di media sosial smarthphone-nya mengangkat kepala dari layar smarthphone. Mengangkat alis mata kanannya, pertanda bertanya.

Khalid paham kode itu. Ia pun mengulang pertanyaannya.

“itu Mi. lihat langitnya. Dipenuhi lilin-lilin besar! Seperti hujan api!” kata Khalid pelan.

“Ya Ampun.. Sayang, itu bukan hujan api. Tetapi itu adalah Festival Lampion.” Kata Ummi sambil mematikan smarthphone, lalu dimasukkan ke saku gamis.

“Lampion itu apa Mi?”

“Lampion itu adalah lentera kertas yang bersinar.” Jawab Ummi.

“Lampion itu untuk apa, Mi?” tanya Khadijah.

“banyak sekali Sayang. Ada untuk memperingat ulang tahun kota setempat, ada juga untuk perayaan Waisak, juga perayaan Tahun Baru China atau Imlek.” Kata Ummi menjawab pertanyaan Khadijah.

“Hmm.. kalau disini karena hendak menyambut Imlek kan, Mi? lihat, lampu-lampu Lampions-nya seperti Lampions China. Seperti yang kita lihat di kota Chun’an County di China tahun lalu, bukan?” kata Khalid menyimpulkan.

“kjempeflot Khalid! Memang mirip kaya Imlek.” Sahut Khadijah membenarkan.

“Emm.. Islam kenapa tidak membuat seperti itu, Mi?”tanya Khalid, penasaran.

“karena, itu perbuatan mubadzir atau boros, Sayang.” Sahut Ummi, menatap langit.

Khalid dan Khadijah hanya ber-“ooh” pelan, mengangguk paham.

“Ummi, Festival Lampion itu, ada yang terkenal nggak yah?” Khadijah bertanya lagi.

“ada Sayang. Yaitu, di Dieng. Karena sangat terkenal, namanya terkenal juga! Yaitu, Dieng Culture Festival. Ini sangat indah untuk dilihat.” Kata Ummi.

“Cantik sekali ya Mi?” kata Khadijah.

“ Iya Sayang..” Ummi menjawab singkat.

Mereka kembali menatap langit. Ribuan Lampion merah khas Tionghoa menghiasi langit malam. Lampu-lampu Lampion yang menerangi setiap jalan, menyinari setiap celah. Walau tidak terlalu cantik seperti di kota Dieng atau kota lain, ini bisa membuat kota selalu ramai disetiap malam.

“Ummi, Lampion itu kok bisa terbang sih, Mi?” tanya Khalid, memecah suasana canggung.

“karena lampu Lampion itu digantung di seuntai tali. Makanya bisa terlihat terbang.” Ummi menjawab sambil mengelus rambut Khalid.

“Oh, pantas saja. Kirain dibawa sama pesawat jet, kemudian dilempar dari langit. Jadinya kaya terbang.” Khadijah menyahut polos.

Ummi dan Khalid tertawa ringan. “kamu ada-ada saja.”

“tetapi, kok bisa bercahaya Mi?”

“karena, didalam lentera Lampions ada lilin. Atau bisa juga menggunakan lampu gantung.” Kata Ummi.

“bulan Ramadhan, ada juga loh, Lampion. Lampionnya bukan seperti ini, tetapi namanya Damar Kurung. Damar Kurung itu berasal dari masyarakat kota Gresik.” Kahlid menyambung.

“besok kita buat yuk!” ajak Khadijah, girang.

“Eps, lupa ya.. apa yang Islam bilang, membuat Lampion itu kan, boros atau mubadzir. Kamu mau buat pula?” Ummi mencibirkan mulut. “Damar Kurung itu juga lentera kertas dua dimensi. Sama seperti lentera Lampion. Jadi, sama saja boros.” Sambung Ummi.

“iya deh, kami nggak buat Damar Kurung.” Khadijah meralat sambil menyeringai. “buat kue cake aja besok ya, Mi? itu kan nggak boros. Bisa dimakan, kenyang.” Khadijah berkata polos.

“nah, begitu. Buat yang bermanfaat. Besok kita buat cake, ya! Insyaallah..” kata Ummi.

 

#cerivitasTantanganMenulis30hari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Always Love You

Berpetualang bersama RobotBear

Tatapan Pertama